DEFINISI PEMAKZULAN
Kata “pemakzulan” sudah menjadi perbincangan hangat
di kalangan masyarakat saat ini khususnya masyarakat Kabupaten Jember sejak
Bupati Kabupaten Jember dimakzulkan dikarenakan beberapa pelanggaran yang
dilakukannya selama menjabat selama satu periode ini. Lantas apa arti
pemakzulan?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
pemakzulan berarti proses, cara, atau perbuatan memakzulkan. Sementara arti
makzul yakni berhenti memegang jabatan atau turun takhta. Sehingga, arti
pemakzula yaitu proses, cara, atau perbuatan untuk menurunkan seseorang dari
jabatannya atau takhta. Dalam hal ini memakzulkan Bupati Jember Faida adalah
menurunkannya dari jabatan sebagai Bupati yang dilakukan oleh DPRD Jember.
KRONOLOGI PEMAKZULAN BUPATI JEMBER
Kisruh pemakzulan Bupati Jember Faida disebut tak
lepas dari pengelolaan anggaran yang menabrak prosedur dan berjalan sendiri
tanpa sepengetahuan dan pengawasan DPRD Kabupaten Jember. DPRD Kabupaten Jember
memakzulkan Bupati Faida dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat. Oleh
karena itulah pemerintahan ini dicap sebagai pemerintahan yang rawan dengan
penyimpangan.
Beberapa faktor juga memicu terjadinya pemakzulan
kepada Bupati Jember ini yaitu yang pertama adanya kritikan oleh Aliansi
Masyarakat Jember (AMJ) terkait hal transparansi pengelolaan APBD. Koordinator
AMJ menyebut Bupati Faida menggunakan APBD hanya berlandaskan peraturan bupati
(Perbup), bukan berlandaskan peraturan daerah (Perda) yang merupakan produk bersama
Pemerintahan Kabupaten dan DPRD.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut serta memeriksa
dugaan pelanggaran terkait dengan pengelolaan APBD, BPK pun memberikian
disclaimer terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Jember. BPK menilai ada
penganggaran dan realisasi belanja di 13 Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
senilai lebih dari 70 miliar Rupiah yang dianggap tidak tepat dan melanggar
ketentuan perundangan. OPD-OPD itu antara lain belanja pegawai di bagian Bina
Mental, Humas, Dinas PU Bina Marga, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, BKPSDM,
Dispora, Dinas Perhubungan, Dinas Pariwisata, Dinas Cipta Karya, dan Satpol PP.
Disclaimer ini menunjukkan tim auditor BPK tidak memperoleh bukti pemeriksaan
yang cukup berdasarkan standar pemeriksaan keuangan negara. Oleh karena itu,
ada penyimpangan.
Kedua, terkait dengan kebijakan bupati mengubah
Peraturan Bupati (Perbup) KSOTK (Keududukan, Susunan Organisasi Tata Kerja)
tanpa mengindahkan ketentuan yang ada telah menyebabkan Kabupaten Jember tidak
mendapatkan kuota CPNS dan P3K 2019. Pernyataan tersebut disampaikan oleh
anggota DPRD Kabupaten Jember fraksi Nasdem dalam sidang paripurna dikutip dari
Kompas.com, 23 Juli 2020. Akibat
kebijakan itu, Kabupaten Jember terancam tidak mendapatkan jatah kuota CPNS
lagi pada tahun 2020 yang dapat merugikan tenaga honorer atau pegawai non PNS.
Ketiga, kebijakan Bupati Jember melakukan mutasi
dengan melanggar sistem merit dan aturan kepegawaian membuat Komisi Aparatur
Sipil Negara (KASN) menjatuhkan rekomendasi yang wajib dilaksanakan oleh
Bupati.
Keempat, mutasi selama kurun waktu 2015 telah
melakukan mutasi ASN dengan menerbitkan 15 SK Bupati. Mendagri menilai semua
mutasi tersebut melanggar sistem merit dan Peraturan Perundang-undangan.
DASAR HUKUM PEMAKZULAN DAN ANALISIS
YURIDIS
Hal-hal yang membuat Kepala Daerah dan/atau Wakilnya
berhenti dari jabatannya atau dimakzulkan yaitu terdapat pada Pasal 78 jo. Pasal 76 ayat (1) UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jika dilihat dari dasar hukum yang
mengatur pemakzulan kepala daerah, Pasal
78 ayat (2) huruf c telah memenuhi unsur yang berbunyi “dinyatakan melanggar sumpah /janji jabatan
kepala daerah/wakil kepala daerah” jika dikaitkan dengan kasus diatas maka
unsur melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah telah
terpenuhi. Bupati Kabupaten Jember diduga melanggar sumpah/janji kepala
daerah/wakil daerah yang dikampanyekan saat masa-masa pilkada beberapa tahun
lalu. Pasal 76 huruf b dan g UU 23/2014 telah memenuhi unsur dimana
huruf b berbunyi “membuat kebijakan yang
merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau
mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” dan huruf g
yang berbunyi “menyalahgunakan wewenang
dan melanggar sumpah/janji jabatannya”. Dari kedua pasal diatas, telah
terpenuhi unsurnya yaitu jika dikaitkan dengan kasus yang telah dipaparkan
diatas, Bupati Jember Faida telah membuat kebijakan yang mengubah Peraturan
Bupati (Perbup) KSOTK (Keududukan, Susunan Organisasi Tata Kerja) tanpa
mengindahkan ketentuan yang ada telah menyebabkan Kabupaten Jember tidak
mendapatkan kuota CPNS dan P3K 2019. Akibatnya, Kabupaten Jember terancam tidak
mendapatkan jatah kuota CPNS lagi pada tahun 2020 yang dapat merugikan tenaga
honorer atau pegawai non PNS. Hal ini juga menyebabkan adanya keresahan yang
dirasakan oleh sekelompok masyarakat hingga akhirnya melakukan aksi demonstrasi
didepan gedung DPRD Kabupaten Jember saat sidang paripurna berlangsung.
Dari paparan analisis sederhana diatas, Bupati
Jember telah memenuhi unsur dari setiap pasal yang mengatur mengenai
pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah sehingga dapat disimpulkan
bahwa Bupati Faida dapat dimakzulkan berdasarkan dasar-dasar hukum yang
berlaku.
OPINI PUBLIK
Namun, beberapa opini menyimpulkan bahwa Bupati
Faida masih belum tentu dimakzulkan berdasarkan pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan. Menurut pakar politik dari Universitas Airlangga, Hari Fitrianto, “pemakzulan
yang disahkan Mahkamah Agung (MA) utamanya terkait dengan tindak pidana dan
etika. Sedangkan masalah yang diajukan oleh DPRD Jember adalah proses
inkapabilitas terkait tata kelola Pemerintahan Daerah. Jarang sekali jika
permasalahan yang diangkat terkait dengan permasalahan tata kelola Pemerintahan
Daerah yang diumenangkan oleh MA”.
Menurut pakar tata negara, Rafly Harun, UU tentang
Pemerintahan Daerah memiliki pasal yang bermakna ganda sehingga terkesan
terlalu mudah untuk memberhentikan kepala daerah. Unsur melanggar sumpah
jabatan masih bisa diinpretasikan kembali oleh beberapa perspektif yang
berbeda. Hal ini tentu dapat memicu konstelasi politik. Refly Harun juga
menambahkan bahwa terdapat kelemahan dalam UU Pemda yaitu tidak adanya
kejelasan, tidak tegas dan tidak limitatif dalam pemberhentian kepala daerah karena
mengandung makna ganda.
Saat ini, DPRD telah mengajukan pemakzulan Bupati
Jember kepada Mahkamah Agung untuk diperiksa kembali dalam kurun waktu paling
lambat 30 hari. Jika MA telah menyetujui dan mengeluarkan putusan pemakzulan,
maka Bupati Jember Faida tidak diperkenankan untuk menjabat. Jika MA tidak
menyetujui, maka DPRD Kabupaten Jember tidak diperkenankan untuk membahas isu
yang sama dan Bupati Jember diperkenankan menjalankan jabatannya seperti biasa.
Komentar
Posting Komentar