Menurut
perspektif hukum, definisi korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam
UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20
Tahun 2001 menyatakan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (sati milyar
rupiah)”. Untuk menyimpulkan apakah perbuatan tersebut termasuk perbuatan
korupsi harus memenuhi unsur-unsur seperti:
1. Setiap orang
atau korporasi;
2. Melawan
hukum;
3. Memperkaya
diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
4. Dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Nama
Djoko Tjandra jadi perbincangan publik sejak beberapa hari terakhir. Djoko
sendiri merupakan terpidana kasus korupsi hak tagih (cassie) Bank Bali yang kasusnya bermula sejak tahun 1999. Lalu
pertanyaannya, apa itu cassie dalam
dunia perbankan? Cassie artinya
pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods) yang biasanya berupa piutang atas nama kepeda
pihak ketiga, di mana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain. Secara
khusus dalam istilah perbankan, cassie
adalah pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur karena
alasan tertentu.
Dalam
kasus ini, para terpidana telah divonis kecuali Djoko Tjandra. Selain hanya
dituntut ringan, hanya sebelas bulan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
kemudian memutusnya bebas. Di tingkat kasasi, lagi-lagi Djoko dinyatakan bebas.
Setelah beberapa tahun berlalu, kejaksaan tak menyerah dengan mengajukan upaya
hukum luar biasa, yakni melalui mekanisme Peninjauan Kembali (PK). MA akhirnya
memutuskan Djoko dan Sjahril Sabirin bersalah dan menghukum keduanya dua tahun
penjara. Namun belakangan, Djoko Tjandra sudah terlebih dahulu kabur ke luar
negeri. Bermula dari kaburnya Djoko Tjandra tersebutlah kasus ini tidak
terselesaikan. Berikut kronologi kasus Djoko Tjandra dari tahun 1999 hingga
tahun ini (dikutip dari detik.com).
KRONOLOGI KASUS
1999 : Perkara korupsi cassie Bank Bali yang melibatkan Djoko
Tjandra mulai diusut Kejaksaan Agung.
2000 : Majelis Hakim memutuskan
terdakwa lepas dari segala tuntutan. Sebenarnya dakwaan JPU terhadap perbuatan
Djoko Tjandra terbukti secara hukum namun perbuatan tersebut bukan perbuatan
pidana melainkan perdata.
Oktober
2008 : Kejaksaan Agung mengajukan
Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi cassie
Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung.
11
Juni 2009 : Majelis Hakim PK
Mahkamah Agung menerima pengajuan PK, selain dipidana penjara selama dua tahun,
Djoko Tjandra harus membayar denda Rp 15.000.000 dan uang milik Djoko disita
untuk negara sebesar kurang lebih Rp 500.000.000.000. Imigrasi juga menceka Djoko
dan terpidana cassie Bank Bali
lainnya.
16
Juni 2009 : Djoko mangkir dari
panggilan Kejaksaan untuk dieksekusi. Djoko diduga melarikan diri ke Port
Moresby, Papua Nugini, menggunakan pesawat sejak 10 Juni 2009.
10
Juli 2009 : Red Notice dari
Interpol terbit atas nama Joko Sugiarto Tjandra.
29
Maret 2012 : Permintaan pencegahan ke
luar negeri kepada Djoko dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.
12
Februari 2015 : Ditjen Imigrasi
menerbitkan surat DPO atas permintaan Sekretaris NCB Interpol Indonesia
terhadap Djoko ke seluruh kantor imigrasi.
5
Mei 2020 : Pemberitahuan
Sekretaris NCB Interpol bahwa red notice terhapus sejak 2014 karena tidak ada
permintaan dari Kejaksaan Agung RI.
13
Mei 2020 : Ditjen Imigrasi
menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan.
8
Juni 2020 : Djoko Tjandra ada di
Indonesia ditemani kuasa hukum untuk membuat KTP elektronik dengan nama Joko
Soegiarto Tjandra. Setelah itu, Djok Tjandra menuju PN Jakarta Selatan untuk
mengurus pengajuan Peninjauan Kembali.
19-22
Juni 2020 : Djoko Tjandra diduga
mengantongi ‘surat jalan’ untuk pergi ke Pontianak. Surat jalan tersebut
didapatkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tanpa menyebutkan
oknum yang membuat surat tersebut.
23
Juni 2020 : Djoko Tjandra membuat
paspor di kantor imigrasi Jakarta Utara. Data diperoleh dari Dirjen Imigrasi
dan mengaku melakukan penyelidikan.
27
Juni 2020 : Permintaan statis DPO
dari Kejaksaan Agung sehingga nama Djoko Tjandra dimunculkan dalam sistem
perlintasan sebagai DPO.
29
Juni 2020 : Sidak Peninjauan
Kembali yang diajukan Djoko Tjandra digelar di PN Jakarta Selatan namun ditunda
karena Djoko tidak hadir di pengadilan.
6
Juli 2020 : Persidangan
Peninjauan Kembali kembali ditunda hingga dua minggu karena Djoko tidak hadir.
FAKTA KASUS
1.
Buron Sejak 2009
Djoko
Tjandra dijerat pasal berlapis oleh
Jaksa Penuntut Umum pada upaya hukumluar biasa yang diajukan oleh kejaksaan
pada tahun 2009, Djoko melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan
pencairan tagihan Bank Bali melalui cassie
yang merugikan negara sebesar Rp 940.000.000.000. Mahkamah Agung menjatuhkan
hukuman terhadap Djoko Tjandra dan mantan Gubernur BI Syahril Sabirin,
masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun pada 2009. Akan tetapi,
Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini dan menjadi warga negara disana.
2.
Membuat KTP
Selama Setengah Jam
Djoko
Tjandra ditemani kuasa hukumnya Anita Kolopaking, datang kesana untuk membuat
KTP elektronik. Tiga hari sebelumnya, dengan membuat surat kuasa Djoko Tjandra,
Anita sudah menemui Asep (lurah) untuk menanyakan data dan status kependudukan.
Foto wajah Djoko Tjandra, sidik jari, dan tanda tangan diambil dengan cukup
singkat selama kurang lebih 30 menit. Namun menurut warga setempat, proses
mereka mengurus KTP elektronik di kelurahan memakan waktu sebulan.
3.
Paspor tak Diambil Sendiri
Djoko
Tjandra mengajukan pembuatan paspor pada tanggal 22 Juni 2020 dan terbit pada
tanggal 23 Juni 2020. Djoko hadir di kantor imigrasi Jakarta Utara tetapi saat
paspor sudah terbit, orang lain yang mengambilnya dengan menunjukkan surat
kuasa dari Djoko Tjandra. Proses pembuatan berjalan mulus karena petugas tak mengenali
wajah Djoko Tjandra dikarenakan status Djoko Tjandra dalam buronan tak
terdaftar/tercatat di sistem. Selain itu, Djoko sudah memenuhi seluruh
persyaratan seperti dokumen e-KTP dan paspor lama 2007-2012. Meski demikian,
Djoko tidak pernah menggunakan paspor tersebut berdasarkan penelusuran
imigrasi. Demikian pula pada tahun 2009, saat Djoko kabur sehari sebelum putusan
MA yang memvonisnya bersalah, paspor lama tidak digunakan.
4.
Memakai Surat Jalan Khusus Kepolisian
Surat jalan Djoko Tjandra diterbitkan atas
inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Brigjen
(Pol) Prasetijo Utomo. Kini Prasetijo dilepas dari jabatannya. Surat jalan yang
diterbitkan untuk Djoko Tjandra seharusnya hanya digunakan untuk anggota
kepolisian. Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan surat
tersebut seharusnya digunakan untuk dinas luar kota. Disana Djoko Tjandra
disebut melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan pesawat untuk
keperluan konsultasi dan koordinasi. Ditulis berangkat pada 19 Juni 2020 dan
kembali 22 Juni 2020.
Komentar
Posting Komentar